Selasa, 16 Maret 2010

Ketel Uap Boiler

Mengenal Ketel Uap

Boiler atau ketel uap merupakan salah satu penentu kualitas minyak kelapa sawit. Ia hampir menjadi sentra dalam berbagai tingkatan proses ekstraksi buah kelapa sawit (tandan buah segar) menjadi CPO dan produk turunannya.

Boiler merupakan peralatan utama pada industri pengolahan minyak sawit dan turunannya. Pabrik-pabrik kelapa sawit memakai boiler untuk merebus tandan buah segar (TBS) yang baru saja dipanen. Dalam proses perebusan, TBS dipanaskan dengan uap yang dihasilkan dari boiler pada temperatur 135 derajat celsius. Tujuan dari perebusan ini adalah memudahkan pemipilan brondolan dari tandannya, menghentikan perkembangan asam lemak bebas (free fatty acid), dan akan menyebabkan TBS melunak sehingga proses ekstraksi minyak menjadi lebih gampang.

Sedangkan di industri hilir, boiler digunakan untuk memanaskan tangki minyak, sementara uap panas yang dihasilkan dimanfaatkan pada proses pre-treatment dan vakum deodorizer. Di pabrik-pabrik fatty acid dan fatty alcohol, menggunakan steam boiler sebagai peralatan utama untuk memisahkan trigliserida dengan gliserol pada splitting tower.

Boiler atau lebih dikenal sebagai ketel uap pada dasarnya adalah sebuah bejana yang dipergunakan sebagai tempat untuk memproduksi uap (steam). Uap dari pemanasan air dalam boiler dilakukan pada temperatur tertentu untuk kemudian digunakan untuk berbagai keperluan. Berdasarkan jenisnya, ada beberapa boiler yakni, fire tuber boiler, atmospheric fluidized bed combustion boiler, water tube boiler, paket boiler, fluidizedbed combustion boiler, stoker fired boiler, boiler pemanas limbah, dan pemanas fluida termis.

Selama ini, masyarakat industri kelapa sawit, hulu sampai hilir, sudah sangat mengakrabi boiler ini. Hanya saja dari waktu ke waktu yang mengalami perkembangan adalah jenis bahan bakar yang digunakan untuk memanaskan boiler ini.
Yang lebih diketahui adalah boiler berbahan bakar minyak. Lalu, setelah harga minyak dunia meroket hingga hampir tak terjangkau, pelaku industri mulai beralih ke gas. Namun, rupanya suplai gas seringkali tidak kontinyu hingga kemudian batubara lah yang menjadi pilihan.

Dari sisi konsep, tidak terdapat perbedaan mencolok antara boiler berbahan bakar minyak, gas, maupun batubara. Boiler terdiri atas sistem air umpan, sistem steam, dan sistem bahan bakar. Pada Coal Fired Boiler yang berbahan bakar batubara, terdiri atas furnace atau tungku api yang dilengkapi dengan kipas tiup dan kipas hisap, pipa air, pipa api, serta sistem pembuangan.

Batubara yang akan dibakar dimasukkan melalui hopper ke chain grate stoker, semacam conveyor, kemudian masuk ke furnace (tungku pembakar) dengan kecepatan tertentu. Emisi panas yang dihasilkan kemudian dimanfaatkan untuk mengkonversi air umpan di dalam pipa menjadi uap. Uap inilah yang dipakai untuk memanaskan TBS di pabrik kelapa sawit (PKS) ataupun proses ekstraksi minyak sawit.
Batubara yang sudah habis terbakar akan dikeluarkan melalui sistem pembuangan abu yang berada di bawah tungku. Ada dua macam limbah pembakaran batubara yang terbentuk, yang mengendap (bottom ash) dan yang ringan (fly ash). Limbah yang mengendap akan turun ke saluran pembuangan sedangkan yang ringan akan dihisap dikeluarkanmelewati lapisan siklon. Karbondioksida dan gas sisa lainnya akan dikeluarkan melalui pipa yang dinamakan chimney.

Evaluasi Kinerja Boiler
Parameter kinerja boiler, seperti efisiensi dan rasio penguapan, akan mengalami penurunan terhadap waktu. Penurunan kinerja ini disebabkan oleh buruknya pembakaran, kotornya permukaan penukar panas, dan buruknya pengoperasian serta pemeliharaan. Bahkan, untuk boiler yang baru sekalipun, alasan seperti buruknya kualitas bahan bakar dan kualitas air dapat mengakibatkan penurunan kinerja ketel uap.

Performa boiler dapat dilihat dari bagaimana neraca panas dan efisiensinya. Neraca panas menggambarkan keseimbangan energi total yang masuk boiler dan yang meninggalkan boiler dalam bentuk energi yang berbeda. Neraca dapat dilihat dari tingkat kehilangan energi yang terjadi dalam satu kali proses boiler.

Penyebab kehilangan energi ini ada yang tidak bisa dihindari dan ada yang bisa dihindari. Penyebab yang bisa dihindari misalnya, kehilangan pada gas cerobong, karena bahan bakar yang tidak habis terbakar, kehilangan dari blowdown, kehilangan pada kondensat, dan kehilangan akibat konveksi dan radiasi.

Seluruh potensi kehilangan tersebut bisa diminimalkan dengan pemeliharaan peralatan secara seksama, teliti, dan rutin. Selain itu, untuk mencegah kehilangan energi pada kondensat bisa dilakukan dengan memaksimalkan pemanfaatan sebanyak mungkin kondensat.

Efisiensi Boiler Batubara
Salah satu unsur yang memengaruhi efisiensi boiler batubara adalah kualitas batubara terutama kandungan air batubara. Apalagi, seringkali ditemui tumpukan batubara yang digelar begitu saja hingga terkena hujan dan angin. Tambahan kelembaban dari iklim luar akan menurunkan nilai panas batubara dan meningkatkan energi pembakaran batubara pada boiler. Karena itu, sebisa mungkin penyimpanan stok batubara mengunakan atap penaung agar terhindar dari pengaruh iklim.

Banyak cara dicari peneliti dan periset industri untuk meningkatkan efisiensi boiler berbahan bakar batubara. Sebagian peneliti memilih memperbaiki sifat fisik perangkat boiler seperti menggunakan pelapis siklon. Namun, peneliti lainnya berpendapat bahwa efisiensi ketel uap batubara bisa dilakukan melalui campur tangan bahan kimia seperti penambahan batu kapur. Caranya, batubara digerus bersama batu kapur di pulverizer untuk kemudian dibakar melalui sistem Clean Combustion System (CCS). Hasilnya, gas panas yang bersih, panas, dan kaya bahan bakar untuk dialirkan ke boiler.
Pada dasarnya, penggunaan batubara pada boiler memang harus menerapkan pembakaran batubara yang bersih. Tuntutan ini, selain akan meningkatkan daya bakar batubara juga agar sesuai dengan prinsip-prinsip ramah lingkungan.

Membersihkan batubara artinya membuang mineral atau senyawa lain yang terkandung agar pembakaran batubara mendekati sempurna hingga efisiensinya tinggi.

Berbagai macam cara bisa ditempuh sebagai upaya membersihkan batubara. Untuk membuang sulfur yang berupa bintik kecil kekuningan dilakukan dengan memecah bongkahan batubara menjadi lebih kecil lalu mencucinya. Jika belum bersih juga, industri biasanya melakukan dnegan merendam batubara dalam tangki pencucian sampai menghasilkan endapan sulfur yang berikatan dengan pyritic di dasar tangki sedangkan batubaranya mengambang. Namun, untuk sulfur yang berikatan dengan unsur organik, proses pembuangan tidak akan berhasil dilakukan. Sebab, bentuk sulfur ini membutuhkan proses lanjutan yang memburuhkan teknologi tinggi dan biaya yang besar.

Sedangkan untuk mengurangi kadar nitrogen dalam batubara, industri biasanya menggunakan senyawa kimia yang berfungsi sebagai katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi.

Menangkal Dampak Batubara
Sudah menjadi konsekuensi setiap penerapan teknologi selalu membawa dampak buruk sebagai ikutan. Tak terkecuali penggunaan batubara. Selain dampak lingkungan berupa polutan, yang tidak kalah penting adalah pengaruh buruk pada pekerja yang sehari-hari berurusan dengan batubara sebagai sebuah sistem. Para operator mesin merupakan pihak yang sangat rentan terhadap gangguan fisik dan kesehatannya.

Pada umumnya, batubara yang digunakan sebagai bahan bakar, untuk berbagai industri, berbentuk serbuk. Serbuk ini tentu akan berpotensi terhisap dan masuk ke paru-paru melalui pernapasan.

Karena itu, sistem pertukaran udara di lokasi haruslah mendapat perhatian serius agar tersedia cukup oksigen untuk para operator mesin. Berbagai penyakit dapat timbul akibat masuknya debu batubara ke paru. Silikat yang biasanya terkandung dalam batubara bisa menyebabkan penyakit antrakosis yang berlanjut ke pneumonia yang membahayakan.

Untuk meminimalkan pengaruh buruk batubara, maka setiap operator diwajibkan memakai pelindung maksimal di hidung, mata, dan sebaiknya juga seluruh tubuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar